Nikmatnya mbak Tutut Seharga Rp 3.000 - Rp 5.000,-
Serunya Makanan Tradisional Bernama Heboh
![]() |
Bukan cuma lezat dan berkhasiat, tapi juga cara makannya cukup unik |
Perjalanan kali ini menyusuri jalan Kalimalang melewati jalan Radin Inten dan berbalik menuju jalan Jatiwaringin menuju Pondok Gede. Tidak sedikit wisata kuliner yang bisa didapatkan, tapi ada beberapa tempat yang membuat saya sangat tertarik untuk menuliskannya.
![]() |
Keong Tutut Bu Tiok |
Karena penamaan menu sajian yang dijajakannya cukup heboh bagi saya, mulai dari (mbak) Tutut yang berkhasiat menyehatkan dan dihargai mulai dari Rp 3.000,- s/d Rp 5.000,- di dua tempat yakni Kalimalang depan Kampus Gunadarma dan satu lagi di depan Kampus Asy-Syafiiyah, Jatiwaringin. Kedua tempat ini menjajakan Tutut Kuah dengan mobil.
Jika yang biasa mangkal di depan kampus Gunadarma dengan mobil niaga, maka penjual Tutut Kuah di dpean kampus Asy-Syafiiyah dengan mobil sedan. Keduanya sama-sama mengaku mendapatkan bahan baku berupa kranca (keong sungai dalam bahasa Jawa, atau Tutut dalam bahasa Sunda) dari sebuah danau di kawasan Jawa Barat. Bagi saya sendiri, makanan Tutut Kuah ini sudah begitu akrab semenjak saya masih kecil duduk di bangku SD. Namun dulu saya mengenalnya Keong Siput dengan Kuah Kuning.
![]() |
Kang Ade pengelola Tutut Bu Tiok |
Banyak khasiat menyehatkan bagi mereka yang suka sekali mengkonsumsinya secara rutin. Bahkan sang penjual Tutut Ibu Tiok mempunyai kisah tersendiri saat mengapa keluarganya menjual penganan ringan berkuah kuning lezat ini.
Ibu Tiok adalah istri dari Kang Iman, tokoh pendongeng terkenal yang kebetulan pernah menderita sakit lever cukup parah. Sakit Lever akutnya ternyata bisa sembuh setelah sering mengkonsumsi keong siput disayur kuning ini. Hal ini sering dilakukannya saat dia berdongeng di depan anak-anak yatim. Jadi ketika bercerita dongeng, Kang Iman selalu mengakhiri kisahnya dengan makan bersama Tutut Kuah kuning. Kegiatan amal mengajak makan anak yatim ini berbuah berkah dengan kesembuhan sakit levernya.

Hal ini lah yang menimbulkan inspirasi untuk melanjutkan kebiasaan sehat meakan Tutut. namun bagaimana caranya agar kebiasaan itu menjadi sesuatu yang produktif. "Nah, mulai dari situlah Ibu Tiok berjualan Tutut dengan bantuan dari saya,", ungkap Kang Ade, adik kandung ibu Tiok yang kini dengan berjualana Tutut menggunakan mobil sedannya di depan kampus Asy-Syafiiyah dan tempat lainnya. Tak disangka, ternyata respon para pembeli cukup tinggi. Tak heran dalam sehari bisa menghabiskan sekitar 20 liter sayur Tutut Kuah Kuning, dimana per porsinya dibandrol Rp 5.000,-
![]() |
Beragam manfaat dan khasiat Keong Tutut |
Sementara itu tutut yang dijual di depan Kampus Gunadarma mampu menghabiskan sedikitnya 30 liter per hari, dengan waktu buka dari jam 10:00 pagi hingga jam 17:00 sore. Untuk harganya pun dibandrol hanya Rp 3.000,-
Menurut Teh Yani, pedagang Tutut di depan Kampur Gunadarma ini, peminat sajian sehat Tutut berkuah kuning ini lumayan tinggi, apalagi kebanyakan dari mereka memang sudah kenal dengan makanan klasik. Kebanyakan dari mereka adalah orang tua yang memang pernah mencoba sejak kecilnya. Nah apakah Anda tertarik untuk mencicipi sajian kenangan saat Anda masih kecil dulu jika Anda tinggal di kampung ini atau malah tertarik ingin membuka usaha ini? Silakan hubungi (021)606.36.235 langsung bisa menghubungi pengelola kemitraan Tutut Bu Tiok atau Teh Yani
Sidik Rizal, kelanakuliner.com
Tulisan Lainnya yang berkaitan dengan Tutut
KOTA Bogor memang terkenal dengan sentra kuliner. Tak hanya masakan dan minuman saja yang tersaji. Tapi, kali ini masyarakat dimanjakan dengan menjamurnya penjual tutut. Seperti yang terlihat di Jalan Soleh Iskandar, di sepanjang jalur yang menghubungkan Bogor-Parung ini banyak ditemukan pedagang keong sawah.
Encep (38), salah satu pemilik sekaligus pedagang tutut mengatakan, dirinya menjual tutut sejak pagi hingga sore hari. 15 sampai 20 kilogram terjual setiap harinya. “Kalau lagi ramai penghasilan sampai tiga ratus ribu,” jelas Encep, Selasa (7/2).

Rasa tutut pun kini sudah beragam. Mulai dari saus tiram, saus pedas, sayur kuning, dan urab kelapa. Tak heran, peminatnya pun sudah banyak dari semua kalangan. “Tutut mempunyai manfaat untuk menyembuhkan penyakit kuning, maag, dan juga dapat menambah nafsu makan,” katanya.
Ketika disinggung mengenai cara pembuatan, Encep menjelaskan, awalnya tutut dibersihkan terlebih dahulu lalu di rebus. “Supaya rasa pahitnya hilang, tutut direbus dan dicuci sebanyak tiga kali,” ungkapnya.
Hal yang sama dialami Retno (31), pedagang di kawasan Air Mancur. Awalnya, dia adalah pedagang rujak. Namun, melihat keuntungan besar, dirinya beralih ke tutut. “Alhamdulillah laku keras,” katanya. (dik/sal)***
Semasa kanak-kanak dulu saya sering memakan Tutut, sering disebut keong sawah. Tidak sebagai lauk untuk mengantar nasi untuk dikunyah, tapi sebagai makanan penutup atau camilan di sore hari. Keong sawah ini bercangkang hitam kehijau-hijauan, berukuran sebesar jempol tangan hingga sebesar jempol kaki, walau ada juga di beberapa tempat bisa berukuran sebesar bola pingpong. Sekali memasak tutut biasanya satu panci, dibeli dari pasar tradisional dalam keadaan hidup. Sebelum dimasak, bagian ujung kerucut spiralnya dipotong sedikit dengan pisau, cangkangnya cukup rapuh sehingga tidak akan merusak mata pisau. Kemudian direbus hingga matang bersama bumbu salam, séréh, laja dan santan kelapa. Setelah matang siap dimakan, yaitu dengan cara disedot seketika (disedot menghentak). Daging tutut bisa keluar dan langsung masuk ke mulut, untuk inilah bagian buntut cangkangnya harus dipotong supaya angin bisa masuk. Kalau tak pandai menyedotnya atau tak ingin orang lain melihat mulut anda monyong, cungkil saja dengan tusuk gigi.
BalasHapusDaging Tutut atau Keong Sawah
Tutut, keong sawah, atau Bellamya javanica van den Bush paling banyak ditemukan di sawah, di mana air sawah meski berlumpur tapi juga relatif bening. Habitat lainnya di tempat yang juga mirip sawah, yang airnya cukup bening, berlumpur dan airnya tak berarus/bergerak. Siang hari tutut ini bersembunyi ke dasar lumpur sehingga sulit dicari dan dikumpulkan. Malam hari ia menyebar menempel-nempel di batang padi atau tumbuhan lainnya. Pedagang tutut di pasar tradisional biasanya mengumpulkan keong sawah tersebut pagi hari, saat tutut masih berada di permukaan air dan menempel-nempel di batang padi. Beberapa orang siswa SMP 1 Laren, di Lamongan, menemukan metoda pengumpulan tutut yang lebih efektif, yaitu dengan daun pepaya. Tutut ternyata menyukai daun pepaya, sehingga daun pepaya yang diletakkan di malam hari, esok paginya dipenuhi dengan gerombolan tutut. Percobaan mereka juga menggunakan daun pisang dan daun pepaya.
Tutut mengandung zat gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya. Berat daging satu ekor tutut dewasa dapat mencapai 4-5 gram. Selain makronutrien, tubuh tutut juga mengandung mikronutrien berupa mineral, terutama kalsium yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Dengan pengelolaan yang tepat, tutut dapat dijadikan sumber protein hewani yang bermutu dengan harga yang jauh lebih murah daripada daging sapi, kambing atau ayam.
Berikut saya cuplikkan tulisan dari jurnal Warta Konservasi Volume 14 No. 3, Juli 2006, tentang Lahan Basah dari Wetlands International.
Cangkang Tutut
Sawah sebagai salah satu tipe lahan basah buatan tidak hanya berperan penting dalam menyediakan jenis-jenis tanaman menyehatkan, namun juga merupakan tempat hidup berbagai binatang air, mulai dari Protozoa (binatang bersel tunggal) sampai vertebrata (binatang bertulang belakang) seperti ikan dan katak. Moluska (keong-keongan dan kerang serta kerabatnya) termasuk juga binatang yang memanfaatkan sawah sebagai tempat hidupnya. Moluska yang hidup di perairan tawar dapat dijabarkan ke dalam kelas Gastropoda yang kita kenal dengan nama keong (bercangkang tunggal) dan kelas Pelecypoda/Bivalvia atau kerang (cangkangnya berkeping dua). Dari catatan pustaka, moluska air tawar yang pernah ditemukan hidup di perairan sawah, ada sebanyak 32 jenis (27 jenis Gastropoda dan 5 jenis Pelecypoda/Bivalvia). Moluska bercangkang tunggal, terdiri dari dua kelompok, yaitu Operculata yang dilengkapi operkulum (penutup cangkang) dan Pulmonata, yang tanpa operkulum.
Tutut (marga Bellamya) termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur serta ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, misalnya sawah, rawarawa, pinggir danau dan pinggir sungai kecil. Binatang ini lebih menyukai perairan yang airnya jernih dan bersih. Ada dua jenis dari marga Bellamya yang hidup di sawah, yaitu Tutut jawa (Bellamya javanica) dengan sebaran di Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia (kecuali Irian Jaya) dan Filipina, dan Tutut sumatera (Bellamya sumatrensis) yang sebarannya mencakup Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia (Sumatera dan Jawa).
BalasHapusKeong suku Viviparidae ini bisa memiliki tinggi cangkang sampai 40 mm dengan diameter 15-25mm; bentuknya seperti kerucut membulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan. Puncak cangkang agak runcing; tepi-cangkang menyiku tumpul pada yang muda; jumlah seluk 6-7, agak cembung, seluk akhir besar. Mulut membundar, tepinya bersambung, tidak melebar, umumnya hitam. Operkulum agak bundar telur, tipis, agak cekung, coklat kehitaman.
Yang siap dimakan bisa anda temukan di pasar kaget mingguan di sekitar lapangan Gasibu, atau di beberapa restoran Sunda.
Pemandangan di sepanjang jalan Muchamad Bin Nuh, Taman Yasmin Bogor, kini agak berbeda, karena dalam dua bulan terakhir ini dipenuhi dengan penjual tutut atau kraca, sejenis keong kecil yang dimasak dengan berbagai rasa. Cara menyantapnya pun agak unik, daging tutut dicongkel dengan tusuk gigi lalu dihisap daging yang ada didalamnya.
BalasHapusAbdul Rozack, atau lebih dikenal dengan Arzo, adalah salah satu penjual tutut yang ikut menggelar dagangannya di daerah tersebut. Lapaknya diberi nama Tutut Bogarasa. Berawal dari makin ramainya bisnis ini, akhirnya Rozack ikut terjun bisnis tutut tersebut. Dari sekian banyaknya lapak tutut yang ada, milik Abdul Rozack terlihat lebih menonjol karena di sini ada beberapa pilihan rasa, dari saus tiram, saus padang, kari kuah, urap kelapa, saus pedas, hingga sate.
Maka tidak mengherankan, saat hari libur, banyak warga Jakarta yang datang untuk menikmati tutut Abdul Rozack. Dengan harga per porsi hanya Rp. 3000, kini Arzo bisa menghabiskan tutut sebanyak 100 kg per hari. Meraka tidak kesulitan bahan baku, karena sekarang tutut sudah dibudidaya sehingga pasokan tidak pernah telat.
Sumber: www.bacamoe.com
saya mencari supplyer tutut hidup yang murah daerah bogor untuk usaha. jika ada silahkan hub. saya di hayat.lion@yahoo.com
BalasHapusterima kasih
Yang butuh supplier tutut atau keong dalam jumlah besar dan rutin silahkan hubungi saya di 085747308770. Eko
BalasHapusPermisi boss...saya mau tanya..saya mau jual keong sawah dalam keadaan masih hidup dn sdh jdi daging siap olah..saya butuh pembeli yg rutin stiap hari atau stiap mnggu..mhon info nya yah bos...trimakasih.
HapusMasih ada ga ya
BalasHapusMau beli tutut matang dimana ya
BalasHapus